Sunday, January 10, 2010

Fenomena Krisis dan Antisipasinya dengan PR agar tak berdampak “Sistemik”


Membaca judul diatas, mungkin kata “Sistemik” diatas dipersepsikan dengan kata yang saat ini sedang trend dalam kasus Bank Century, yaitu bank yang berdampak sistemik. Saya hanya ingin mengulas bahwa fenomena krisis telah terjadi dimana-mana, di segala aspek kehidupan.

Sebut saja yang baru-baru ini kasus Rumah Sakit International OMNI atau kasus anggota dewan terhormat yang menyebut kata yang kurang pantas B*****T disaat bersidang, kasus mahasiswa yang meninggal di sebuah institusi pendidikan tinggi kedinasan, kasus selebriti yang dituding melakukan tindakan tak terpuji, pejabat yang diduga menggelapkan uang negara dan masih banyak kasus yang dapat menimpa siapa saja, baik itu organisasi maupun individu.

Saya sangat bersyukur dapat hadir pada seminar yang bertajuk Krisis PR untuk lembaga pendidikan, yang diselenggarakan di Gedung Gramedia Palmerah tanggal 9 Januari 2010 yang lalu. Seminar tersebut diisi oleh praktisi dan Konsultan PR Firsan Nova. Firsan menjelaskan bahwa krisis dapat terjadi kapan saja dan tak diduga dari mana krisis tersebut berasal. Oleh karena itu sudah semestinya setiap sekolah dan lembaga mempersiapkan perencanaan untuk menghadapi krisis atau hal-hal yang tidak diharapkan. Hal ini penting untuk mengantisipasi hal-hal buruk yang mungkin terjadi, atau meminimalkan dampak negatif yang dapat meluas pada organisasi atau individu.

Dalam bukunya “Crisis Public Relations, bagaimana PR menangani krisis perusahaan”, Firsan menyebutkan bahwa tidak semua krisis adalah krisis Public Relations. Disebut krisis Publik Relations apabila krisis yang terjadi mengakibatkan rusaknya citra dan reputasi perusahaan, organisasi atau citra seseorang di mata publik.

Salah satu aspek menarik yang tidak bisa dilepaskan dari dunia Public Relations adalah honesty atau kejujuran. Dalam seminar tersebut mengemuka fakta bahwa ketika krisis terjadi, cukup banyak perusahaan yang melakukan kebohongan untuk melindungi kepentingan mereka. Mengapa mereka berbohong ? Sebagian praktisi PR mengatakan kalau mereka jujur, mereka takut ada apa-apa yang tidak diinginkan oleh perusahaan terjadi. Padahal belum tentu terjadi.
Sebagai penutup, Firsan mengatakan bahwa kejujuran adalah modal penting dalam membangun PR. Disamping itu keterbukaan dan konsisten melakukan aktifitas untuk mendapatkan kepercayaan, komunikasi dua arah serta melakukan evaluasi terhadap sikap dan opini publik menjadi penentu dalam kesuksesan membangun Public Relations.

Buku “Crisis PR” diatas seolah-olah mengingatkan kita untuk siapkan payung sebelum hujan, karena ibarat hujan, krisis dapat terjadi kapan saja. Buku ini tidak hanya berisi teori dan wacana, tapi juga diperkaya dengan 50 contoh kasus nyata PR teranyar. Masih ada yang mau kehujanan ? 

No comments:




Website counter